Latest update April 26th, 2018 7:50 PM
Jun 28, 2009 Artikel, Tanya Jawab Syariah 0
1. Pertanyaan:
Syaikh Bin Baz ditanya tentang apa hukum bekerja bagi seorang wanita dan apa lapangan pekerjaan yang dibolehkan bagi seorang wanita.
Jawab:
“Tidak seorang pun ulama yang melarang kaum wanita untuk bekerja mencari uang. Perbedaan pendapat hanya terjadi mengenai lapangan pekerjaan apa yang boleh untuk dirambah oleh kaum wanita. Penjelasannya adalah bahwa seorang wanita memiliki tanggung jawab menyelesaikan beberapa tugas rumah tangga dalam keluarganya seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan semua jenis bantuan yang bisa ia lakukan untuk rumah tangga dan keluarganya.
Adapun untuk lapangan pekerjaan di luar rumah yang diperbolehkan bagi kaum wanita adalah seperti menjadi seorang guru dan pedagang. Sebagai contoh kerja di pabrik jahit atau lapangan pekerjaan lain yang tidak membawa terbukanya maksiyat yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, seperti berduaan di tempat kerja dengan laki-laki asing, atau bercampur di tempat kerja dengan laki-laki yang bukan mahram-nya (ikhtilat), karena besar kemungkinannya hal ini akan melahirkan fitnah bagi dirinya dan rumah tangganya. Pekerjaan lain yang membuat dirinya lalai melakukan tugas rumah tangganya (tanpa menunjuk seseorang untuk mengurusnya/pembantu atau saudara) juga dilarang dalam agama. Bekerja (Pekerjaan) tanpa izin keluarga dan atau suaminya juga larangan dalam agama islam (1)
Beberapa Kesimpulan yang bisa diambil:
Wallahu a’lam bi shawwab.
(1) Fatwa no. 4167 tanggal 11/11/1401 H
***
2. Pertanyaan:
Syaikh Bin Baz ditanya apa hukumnya menggunakan gaji wanita yang bekerja di luar rumahnya, bagaimana halnya jika penampilannya waktu pergi bekerja seperti dandanan orang jahiliyah atau membuka aurat (tabaruj). Demikian pula bagaimana hukumnya memberi uang beasiswa pada mahasiswi yang belajar di perguruan tinggi sedangkan ia ke kampus dengan dandanan seperti orang jahiliyah (tabaruj)?
Jawaban:
Pertama, hukum asalnya, seorang wanita tidak boleh keluar rumah kecuali atas izin suaminya (bagi yang sudah menikah). Bila suaminya telah mengizinkan, maka ia boleh keluar dengan dandanan yang tidak mengundang kaum laki-laki untuk tertarik melihatnya, ia mesti memakai hijab syar’i dan tidak tabarruj(1). Seperti larangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Qs. Al-Ahzab:33), yang artinya:
“Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang2 jahiliyah yang dahulu.”
Para suami berhak melarang istrinya keluar rumah dalam keadaan berhias seperti orang jahiliyah. Sedangkan gaji wanita tersebut yang ia peroleh dari bekerja di luar rumah, dan dengan berhias seperti orang jahiliyah pun, boleh hukumnya untuk dikonsumsi asal pekerjaan yang dikerjaan sesuai syari’at (halal), Walaupun wanita tersebut tetap terkena dosa karena dandanan jahiliyahnya. Akan tetapi bila pekerjaan tersebut sifatnya haram, maka memakan gaji yang dihasilkannya juga haram (2). Dan wanita tersebut terkena dosa lipat karena melakukan pekerjaan yang haram dan berdandan yang diharamkan.
Kedua, mahasiswi yang pergi ke kampus wajib memakai hijab syar’i. Sedangkan uang beasiswa yang diserahkan kepadanya, hukumnya sama dengan gaji, yang ia peroleh dengan statusnya sebagai pelajar, halal. Akan tetapi jika uang itu ia peroleh sebagai upah atas pekerjaan yang haram, maka mengkonsumsinya hukumnya haram. Sementara dandanannya pergi kuliah yang seperti orang jahiliyah itu tidak mempengaruhi hukum mengkonsumsi uang yang diberikan kepadanya, yakni tetap halal. Dosa terletak karena perbuatannya yang berdandan ala jahiliyah tersebut. Wabillahittaufiq (3)
Footnotes:
(1) mengenai hijab syar’i ada khilafiyah tentang memakai cadar/purdah bagi wanita di kalangan ulama, ada yang mewajibkan, sebagaimana sebagian besar ulama arab Saudi. Juga ada sebagian ulama yang mensunnahkannya, sebagai contoh, Beliau Syaikh Albani rahimahullahu ta’ala. Namun satu hal penting yang harus dipegang, ulama yang mensunnahkan pemakaian penutup wajah, juga tetap mengakui bahwa yang terbaik bagi wanita adalah menutup seluruh anggota badannya, termasuk muka dan telapak tangannya. Adapun standart pemakaian hijab secara umum menurut syar’i sudah banyak kitab-kitab ulama yang membahasnya. Wallahu a’lam.
(2) Dengan kata lain keharaman gaji dihubungkan dengan keharaman jenis pekerjaan yang dilakukannya bukan dandanan jahiliyahnya. Jika pekerjaannya halal, maka dosa tertimpa pada wanita tersebut karena dandanannya, tidak mempengaruhi hukum memakan gajinya.
(3) fatwa No. 3429 tanggal 2/2/1401 H
Maraji:
183 Masalah Aktual Muslimah, Prof. Abdul Aziz Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Ditambah footnote, kesimpulan juga pembuka dari penulis.
Sumber: http://jilbab.or.id/archives/137-hukum-bekerja-bagi-wanita-dan-gaji-yang-diperolehnya
Description: bekerja dalam islam hukumnya, bagaimana hukum bekerja dalam islam, hukum bekerja menurut islam, bagaimanakah hukum bekerja dalam islam, bekerja dalam islam hukumnya adalah
Keywords: pertanyaan, tentang, bekerja, dalam, islam, pekerjaan, tanya, jawab, etos, kerja, pandangan
Apr 26, 2018 0
Apr 25, 2018 0
Apr 24, 2018 0
Apr 23, 2018 0
Apr 26, 2018 0
Apr 25, 2018 0
Apr 24, 2018 0
Apr 23, 2018 0
Aug 07, 2015 0
Jun 10, 2013 0
May 26, 2014 0
Feb 24, 2015 0
Jul 17, 2009 0
Aug 22, 2014 0
Apr 25, 2018 0
Apr 24, 2018 0
Apr 23, 2018 0
Apr 22, 2018 0
Apr 21, 2018 0
Mar 24, 2018 0
MAKNA IKHLAS Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin...Feb 20, 2018 0
Hukum Para Penjual Yang Melakukan Kepemilikan Uang Muka...Feb 19, 2018 0
Pelunasan Kredit Sebelum Waktunya Oleh Al-Lajnah...Feb 16, 2018 0
Menyampaikan Kebaikan Dan Melaksanakan Amanat Oleh: Syaikh...Feb 15, 2018 0
Kartu Pengenal, Kartu Pelanggan, Kartu Poin, Dan Kaidah...