Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi,Lc.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Pembina Majalah Pengusaha Muslim yang dirahmati Allah ta’ala,
saya adalah pedagang produk-produk herbal. saat ini penjualan herbal di Indonesia dan Malaysia sangat meningkat drastis seiring dengan kebutuhan zaman dan khasiatnya terutama dengan herbal-herbal thibbun nabawi. Akan tetapi semakin laris produk herbal, justru semakin banyak juga pola produksi dan perdagangan para produsen herbal. Di lapangan kadang saya melihat ada produsen yang berbuat curang yang mengganti label merek produk lain dan menggantikan label merek sendiri tanpa sepengetahuan produsen awalnya. Misalkan contohnya: Produsen B membeli produk A, kemudian label produk A ia copot dan diganti dengan Produk B punyanya sendiri tanpa sepengetahuan produsen A. Pertanyaan saya adalah apakah cara berdagang seperti ini diperbolehkan dalam Islam ?
Jawaban
Jelas setiap muslim selalu berusaha mendapatkan harta yang barokah buat kehidupannya di dunia dan akhirat. Demikian juga Islam sebagai agama yang mulia telah menggariskan cara mendapatkan harta tersebut dengan sangat jelas dan lengkap. Di antara caranya adalah kejujuran dalam berdagang. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Jual beli dengan hak pilih selama belum berpisah. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan maka akan diberi barokah untuk keduanya dalam jual belinya. Bila keduanya menyembunyikan aib dan berdusta maka dihapuslah barokah jual beli keduanya. (Muttafaqun ‘alaihi).
Demikianlah kejujuran dalam jual beli memiliki dampak positif keberkahan usaha dan hasilnya, baik usaha jual beli herbal atau yang lainnya, yang penting tidak ada larangan syariat padanya.
Berkenaan dengan yang saudara tanyakan, maka jawabannya harus dirinci, sebagai berikut:
1. Apabila barang tersebut diproduksi oleh produsen/penyuplai dengan status sebagai pesanan penjual maka penjual tersebut berhak menggunakan namanya, karena status barang adalah pesanannya. Dan yang membuat, yaitu produsen/penyuplai, juga mengerti bahwa barangnya akan menggunakan nama pemesan yaitu penjual tersebut. Contohnya, sebuah perusahaan sebut saja namanya UD Merta sari membuat obat herbal untuk PT. Sidojaya. Lalu obat tersebut dijual menggunakan nama Sidomuncul.
2. Bila barang tersebut diproduksi bebas dan pembuat sengaja memberikan kebebasan kepada pembelinya untuk menjual kembali menggunakan nama pembeli atau secara adat istiadat dan kebiasaan yang ada memang untuk itu, maka inipun diperbolehkan. Contohnya sebuah pabrik membuat minyak Habbatussaudah dan menjualnya secara curah per kilo atau per dirigen. Lalu pembeli mengemasnya kembali dalam bentuk botol 100 ml dengan menggunakan namanya sendiri walaupun tanpa adanya rekomendasi persetujuan tertulis dari pembuatnya.
3. Bila barang tersebut dibuat oleh satu perusahaan dengan tertera nama produknya lalu nama tersebut dibajak, maka ini dilarang karena berisi penipuan kepada konsumen dan perusahaan tersebut. Seakan-akan barang tersebut adalah produk asli dari pembajak padahal bukan. Sehingga membuat nama pembajak terpuji tidak dengan sebab perbuatannya. Juga menyelisihi etika jujur dalam usaha dan jual beli. Contohnya adalah sebuah perusahaan membuat jenis obat herbal Habbatussaudah dengan merek Habhabsu misalnya. Lalu ada pedagang yang membelinya dan merubah merek dan labelnya tersebut dengan merek label nya sendiri misalnya Suhabhab dan menjualnya dengan nama tersebut, padahal bukan produknya dan tanpa izin dari produsen aslinya.
Ini adalah sikap ingin terkenal karena kehebatan produk orang lain dan mengambil keuntungan darinya. Ini jelas tercela, seakan-akan seperti sifat yang pernah Allah ta’ala cela dalam firman-Nya :
لَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَآ أَتَوا۟ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا۟ بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا۟ فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍۢ مِّنَ ٱلْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌۭ
Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. (Q.S. ali Imron 3:188).
Nah melihat pertanyaan saudara nampaknya yang ketiga inilah yang dimaksudkan. Tentunya hal ini berefek menimbulkan kerugian dan kedongkolan pada perusahaan produsen herbal tersebut karena merasa produknya dibajak secara ilegal oleh penjual kedua.
Oleh karena itu, hendaknya kita semua mematuhi etika pengusaha muslim yang selalu dijaga agar mendapatkan keberkahan dalam usaha dan hasilnya.
Semoga kita semua sukses mewujudkan usaha yang halal dan hasil yang penuh barokah. Selamat berusaha dengan jujur.