السؤال
جاري لديه ملهى ليلي ، نساء ….خمر….زنا…الخ. منذ ديسمبر2015 قرر أن يبيع هذا الملهى ، ويغير عملا آخر حلالا. ما رأي الدين في المال الذي سيأخذه من بيعه للملهى ، وشكرا.
Pertanyaan:
Tetangga saya punya klub malam, isinya wanita, khamar, zina, dan seterusnya. Sejak Desember 2015, dia memutuskan untuk menjual klub ini dan beralih ke bisnis lain yang halal. Bagaimana pandangan agama mengenai uang yang dia dapatkan dari penjualan klub malam ini. Terima kasih.
الجواب
الحمد لله.
أولا:
نسأل الله تعالى أن يوفق جارك للتوبة الصادقة، وأن يعينه ويثبته ويصلح حاله.
ثانيا:
لا يجوز بيع الملهى على صفته المذكورة ، أي كونه مكانا للفجور والمعصية، سواء كان البيع لمسلم أو كافر.
وذلك لأن ما حرم اله تعالى على المسلم أن ينتفع به ، حرم عليه بيعه لمن ينتفع به هذه المنفعة المحرمة ، ويدل لذلك قول النبي صلى الله عليه وسلم : ( إن الله إذا حرَّم شيئاً حرَّم ثمنه ) رواه أبو داود (3488 ) وصححه الشيخ الألباني في ” غاية المرام ” ( 318 ).
وانظر : زاد المعاد لابن القيم (5/762) .
فإن غُيّر الملهى ، بحيث أصبح مكاناً مباحا ، كمطعم أو صالة لرياضة مباحة ، ونحو ذلك : جاز بيعه.
Jawab:
Alhamdulillah. Pertama, kami memohon kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā agar Memberi taufik kepada tetangga Anda untuk bisa bertobat dengan tulus, Menolongnya, Menguatkannya, dan Memperbaiki keadaannya.
Kedua, tidak boleh menjual tempat hiburan malam dengan deskripsi yang disebutkan tadi —yakni berupa tempat dilakukannya perbuatan keji dan maksiat— baik dijual kepada seorang muslim maupun kafir. Alasannya, sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subẖānahu wa Taʿālā untuk digunakan, maka haram juga dijual kepada orang yang akan menggunakannya untuk manfaat serupa yang haram. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, “Jika Allah Mengharamkan sesuatu, maka Dia juga Mengharamkan harganya (hasil penjualannya, pen.).” (HR. Abu Dawud (3488) dan dinilai sahih oleh syekh al-Albani dalam Ghayātu al-Marām (318)). Lihat: Zād al-Maʿād karya Ibnul Qayyim (5/762). Jika tempat hiburan tersebut diubah sehingga menjadi tempat yang mubah, misalnya restoran, gedung untuk olahraga yang halal, dan sejenisnya, maka boleh dijual.
ولأنه إذا قدر أن قد باع شيئا منه ، غير محرم العين ، فإنه لا يخرج عن أن يستعان به على المعصية ، وبيع الشيء المباح الذي يستعان به على المعصية : محرم ؛ لقوله تعالى : ( وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ) المائدة/2 قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله : ” ولا يصح بيع ما قصده به الحرام ، كعصير يتخذه خمرا ، إذا علم ذلك ، كمذهب أحمد وغيره . أو ظن، وهو أحد القولين . يؤيده أن الأصحاب قالوا: لو ظن الآجر أن المستأجر يستأجر الدار لمعصية كبيع الخمر ونحوها : لم يجز له أن يؤجره تلك الدار، ولم تصح الإجارة ؛ والبيع والإجارة سواء” انتهى من “الفتاوى الكبرى” (5/388).
Selain itu, andaikata dia menjual sesuatu dari tempat hiburan itu yang bukan berupa barang yang haram, maka kemungkinan dia tidak bisa terlepas dari menjual sesuatu yang akan digunakan untuk membantu kemaksiatan. Sesuatu yang mubah jika digunakan untuk membantu kemaksiatan, hukumnya menjadi haram, berdasarkan firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa tidak sah hukumnya menjual sesuatu yang dimaksudkan untuk tujuan yang haram, seperti jika perasan anggur akan dipakai untuk membuat khamar. Jika memang hal itu bisa diketahui. Ini sebagaimana mazhab Ahmad dan selain beliau. Adapun jika berdasarkan dugaan, maka itu adalah salah satu dari dua pendapat beliau. Hal ini diperkuat dengan perkataan para sahabatnya yang mengatakan, “Jika si pemilik rumah menduga bahwa penyewa berniat menyewa rumah itu untuk suatu kemaksiatan, seperti menjual khamar dan lain sebagainya, maka tidak boleh baginya menyewakan rumah itu kepadanya. Akad sewa menyewanya tidak sah, sementara akad jual beli dan sewa menyewa hukumnya sama.” Selesai kutipan dari al-Fatāwā al-Kubrā (5/388).
فلا يجوز بيع دار لمن يهيئها ويجعلها ملهى ، كالمذكور في السؤال، فكيف ببيع الملهى- نفسه- المهيأ والمعد للمعصية ؟!
وقد سئل الدكتور محمد بن سعود العصيمي حفظه الله، ما نصه : ” لدي مقهى شيشة في السابق، وقد تبت لله وأقفلت المقهى ، وتخلصت من معدات الشيشة كلها منذ رمضان الماضي، وقد اتصل بي أشخاص كثيرون يريدون شراء المقهى، وأنا أرفض لاقتناعي بأنهم يريدون تشغيله مرة أخرى كمقهى، وأنا الآن أدفع إيجار للمالك، وأود التخلص منه بطريقة مباحة، علما بأن المقهى مجهز بتجهيزات مكلفة جدا. فهل يجوز لي بيع المقهى إذا علمت بأن المشتري سيعيد تشغيله؟
Jadi, tidak boleh menjual suatu tempat kepada orang yang akan mempersiapkan dan menjadikannya sebagai tempat hiburan malam, seperti yang disebutkan dalam pertanyaan. Lalu bagaimana dengan menjual tempat yang sudah berupa tempat hiburan malam itu sendiri, yang telah siap dan lengkap untuk dipakai berbuat maksiat?
Dr. Muhammad bin Saud al-ʿUṣhaimi —Semoga Allah Menjaganya— pernah ditanya hal berikut, “Saya memiliki kafe hokah (Syisyah) di masa lalu. Saya telah bertobat kepada Allah dan menutup kafe tersebut. Saya sudah berlepas diri dari semua peralatan hokah sejak Ramadan lalu. Banyak orang yang menghubungi saya untuk membeli kafe tersebut, tetapi saya menolaknya karena saya yakin mereka akan menggunakannya untuk menjalankan lagi bisnis kafe seperti kafe saya yang dulu. Sekarang saya masih membayar biaya sewa kepada pemiliknya. Saya ingin berlepas diri darinya dengan cara yang mubah, mengingat kafe tersebut dilengkapi dengan berbagai peralatan yang sangat mahal. Apakah boleh saya menjual kafe tersebut jika saya mengetahui bahwa pembeli akan menjalankan kafe seperti itu lagi?
فأجاب: لا يظهر لي جواز أن تبيع المحل إن كان مرخصا له من البلدية أنه للشيشة ، حتى تغير الترخيص إلى أمر مباح، لأن من المقطوع به في تلك الحال أن المشتري سيقوم بالنشاط المنصوص عليه في الرخصة.
أما إن كان النشاط غير منصوص عليه، فتبرأ ذمتك ببيعه إلى من تعلم أنه لن يعمل في ذلك النشاط، أو إلى من تجهل نشاطه، والله أعلم” . انتهى من موقعه (الربح الحلال).
وانظر الفتوى رقم (120891)
Beliau menjawab, “Menurut saya, Anda tidak boleh menjual tempat tersebut jika telah mendapat izin dari pemerintah setempat untuk dijadikan kafe hokah, sampai perizinan tersebut diubah menjadi perizinan untuk perkara yang mubah, karena sudah pasti dalam keadaan seperti itu pembeli akan menjalankan kegiatan sebagaimana yang tertulis dalam perizinan itu. Adapun jika jenis kegiatannya tidak tertulis, maka Anda bisa berlepas diri dengan menjualnya kepada orang yang Anda ketahui tidak akan menggunakannya untuk kegiatan serupa atau kepada seseorang yang Anda tidak ketahui akan dipakai untuk apa tempat itu. Allah Yang lebih Mengetahui. Selesai kutipan dari laman beliau ar-Ribẖ al-H̱alāl. Lihat fatwa nomor (120891).
ثالثا :
إذا حرم البيع فالثمن الحاصل من ذلك حرام ، وهو نص الحديث المتقدم ، فلا يجوز للبائع أن ينتفع بهذا المال ، بل يجب عليه أن يتخلص منه بإنفاقه في أوجه الخير ، كالصدقة على محتاج أو بعض المشاريع الخيرية كبناء مستشفى ونحو ذلك .
والله أعلم.
Ketiga, jika jual belinya diharamkan, maka haram pula uang hasil penjualannya. Inilah nas dalam hadis di muka. Maka dari itu, penjual tidak boleh memanfaatkan uang ini, melainkan harus membersihkan diri darinya dengan membelanjakannya untuk kepentingan sosial, seperti diberikan kepada orang yang membutuhkan atau beberapa proyek amal, seperti membangun rumah sakit dan sejenisnya. Allah Yang lebih Mengetahui.
Sumber:
islamqa.info/ar/answers/242777/لديه-ملهى-ليلي-وتاب-ويريد-بيعه-فما-الحكم