رد على د.إبراهيم الناصر حول موقف الشريعة الإسلامية من المصارف
Bantahan terhadap Dr. Ibrahim an-Nāṣhir tentang Perspektif Syariat Islam terhadap Perbankan
(Bagian Satu)
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وأصحابه، ومن اهتدى بهداه، أما بعد:
فقد اطلعت على البحث الذي أعده الدكتور/ إبراهيم بن عبدالله الناصر، تحت عنوان: (موقف الشريعة الإسلامية من المصارف). فألفيته قد حاول فيه تحليل ما حرم الله من الربا بأساليب ملتوية، وحجج واهية، وشبه داحضة، ورأيت أن من الواجب على مثلي بيان بطلان ما تضمنه هذا البحث، ومخالفته لما دل عليه الكتاب والسنة وإجماع علماء الأمة؛ من تحريم المعاملات الربوية، وكشف الشبه التي تعلق بها، وبيان بطلان ما استند إليه في تحليل ربا الفضل وربا النسيئة، ما عدا مسألة واحدة، وهي: (ما اشتهر من ربا الجاهلية من قول الدائن للمدين المعسر عند حلول الدين: إما أن تربي وإما أن تقضي)، فهذه المسألة عند الدكتور إبراهيم هي المحرمة من مسائل الربا وما سواها فهو حلال، ومن تأمل كتابه اتضح له منها ذلك، وسأبين ذلك إن شاء الله تعالى بيانًا شافيًا؛ يتضح به الحق، ويزهق به الباطل، والله المستعان وعليه التكلان، ولا حول ولا قوة إلا بالله. وإلى القارئ بيان ذلك:
Alhamdulillah. Semoga selawat dan salam-Nya tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para Sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau. Adapun berikutnya, bahwa aku telah mempelajari sebuah makalah yang disusun oleh Dr. Ibrahim bin Abdullah an-Nāṣhir, dengan judul “Perspektif Syariat Islam terhadap Perbankan”. Aku dapati dia berusaha menghalalkan riba yang diharamkan Allah Subẖānahu wa Taʿālā dengan memutarbalikkan argumen, penjelasan yang lemah, dan syubhat yang keliru.
Menurut saya, orang seperti saya wajib untuk menjelaskan kekeliruan yang ada dalam makalah ini dan kontradiksinya terhadap dalil al-Quran, Sunah, dan konsensus para ulama umat yang telah mengharamkan transaksi ribawi, menyingkap syubhat yang ada padanya, dan memaparkan kebatilan dalil-dalilnya yang menghalalkan riba al-Faḏhl (Barter komoditas ribawi dengan tambahan takaran, pent.) dan Nasīʾah (Barter komoditas ribawi secara tidak tunai, pent.), kecuali satu macam saja, yaitu: riba jahiliah yang dahulu dikenal ketika pemberi utang berkata kepada yang berutang yang tidak mampu membayarnya ketika jatuh tempo, “Ditambah (utangnya) atau dilunasi.” Menurut Dr. Ibrahim, masalah ini termasuk bentuk riba yang diharamkan, adapun bentuk selain itu hukumnya boleh. Padahal barang siapa yang menadaburi kitab-Nya akan mendapati kejelasan mengenai hal ini.
Insya Allah hal itu akan saya jelaskan dengan penjelasan yang mencukupi, yang dengannya kebenaran akan tampak dan kebatilan akan hancur. Hanya kepada Allah kami meminta tolong dan bersandar, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah. Berikut penjelasannya bagi pembaca sekalian.
أولًا: قال إبراهيم في أول بحثه ما نصه: “يمكن القول: أنه لن تكون هناك قوة إسلامية بدون قوة اقتصادية، ولن تكون هناك قوة اقتصادية بدون بنوك، ولن تكون هناك بنوك بدون فوائد”. والجواب أن يقال: يمكن تسليم المقدمة الأولى؛ لأن المسلمين في كل مكان يجب عليهم أن يعنوا باقتصادهم الإسلامي بالطرق التي شرعها الله سبحانه؛ حتى يتمكنوا من أداء ما أوجب الله عليهم وترك ما حرم الله عليهم، وحتى يتمكنوا بذلك من الإعداد لعدوهم، وأخذ الحذر من مكائده.
Syubhat Pertama: Kekuatan Ekonomi tidak akan Ada tanpa Bank, sementara Bank tidak akan Ada tanpa Bunga
Pertama: di awal tulisannya Ibrahim menyampaikan mukadimah sebagai berikut, “Dapat dikatakan bahwa kekuatan Islam tidak akan ada tanpa kekuatan ekonomi, dan kekuatan ekonomi tidak akan ada tanpa bank, sementara bank tidak akan ada tanpa bunga.” Bantahannya bahwa pernyataan pertama dalam mukadimah ini bisa diterima, karena umat Islam di mana pun harus memperhatikan masalah ekonomi Islam mereka dengan jalan yang telah ditetapkan oleh Allah Subẖānahu wa Taʿālā, agar mereka dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan meninggalkan apa yang dilarang Allah bagi mereka, serta mampu mempersiapkan diri menghadapi musuh mereka dan mewaspadai tipu muslihat mereka.
قال الله : وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ [المائدة: 2]، وقال سبحانه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ [المائدة: 1]، وقال تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلاَ يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ وَلاَ يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا، إلى قوله سبحانه: إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلاَ يُضَآرَّ كَاتِبٌ وَلاَ شَهِيدٌ الآية [البقرة:282]، وقال تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ الآية [النساء: 29]، وقال سبحانه: وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ الآية [الأنفال: 60].
Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)
Dia Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji.” (QS. Al-Maidah: 1)
Dia Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan (jatuh temponya), maka hendaklah kalian menulisnya, dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menulisnya dengan benar. Janganlah seorang penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah Mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan, dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya …”
sampai dengan firman-Nya, “… kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara kalian, maka tidak ada dosa bagi kalian jika kalian tidak menuliskannya, dan ambillah saksi apabila kalian berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksinya.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar rela sama rela di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 29)
Demikian pula firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kalian miliki.” (QS. Al-Anfal: 60)
والآيات في هذا المعنى كثيرة، وهي مشتملة على توجيه الله سبحانه لعباده إلى التعاون على كل ما ينفعهم في أمر دينهم ودنياهم، وأمرهم بالتعاون على البر والتقوى، وتحذيرهم من التعاون على الإثم والعدوان، كما أمرهم سبحانه بالوفاء بالعقود، وإثبات حقوقهم بالطرق الشرعية، وحذرهم من أكل أموالهم بالباطل، وأمرهم سبحانه بالإعداد لعدوهم ما استطاعوا من قوة؛ وبذلك يستقيم اقتصادهم الإسلامي، ويحصل بذلك تنمية الثروات وتبادل المنافع، والوصول إلى حاجاتهم ومصالحهم بالوسائل التي شرع الله لهم، كما حذرهم سبحانه في آيات كثيرات من الكذب والخيانة، وشهادة الزور، وكتمان شهادة الحق، ومن أكل أموالهم بينهم بالباطل، والإدلاء بها إلى الحكام؛ ليميلوا عن الحق إلى الحكم بالجور.
Ayat-ayat yang semakna dengan ini banyak sekali, yang berisi arahan dari Allah Subẖānahu wa Taʿālā kepada hamba-hamba-Nya untuk bekerja sama dalam segala hal yang bermanfaat bagi urusan agama dan dunia mereka, perintah kepada mereka untuk bekerja sama dalam kebajikan dan ketakwaan, dan peringatan bagi mereka agar tidak bekerja sama dalam dosa dan pelanggaran.
Di samping itu, Allah Subẖānahu wa Taʿālā juga Memerintahkan mereka untuk memenuhi perjanjian, Menetapkan berbagai hak-hak yang terjadi dengan jalan yang sesuai syariat, dan Memperingatkan mereka dari memakan harta secara batil. Allah juga Memerintahkan mereka untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh mereka dengan kekuatan apa pun yang mereka mampu. Dengan demikian, perekonomian Islam mereka akan kokoh, perkembangan kekayaan dan pertukaran manfaat akan terwujud, dan kebutuhan serta kepentingan mereka akan terpenuhi dengan wasilah-wasilah yang telah disyariatkan oleh Allah bagi mereka.
Demikian pula Allah Subẖānahu wa Taʿālā juga Memperingatkan mereka dalam banyak ayat tentang dusta, khianat, kesaksian palsu, menyembunyikan kesaksian yang benar, memakan harta secara batil sesama mereka, dan menyogok kepada penguasa agar mereka berpaling dari kebenaran dan menetapkan hukum secara tidak adil.
وعظم سبحانه شأن الأمانة، وأمر بأدائها في قوله : إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا [النساء: 58]، وقوله سبحانه: إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا الآية [الأحزاب: 72]. وحذرهم من خيانة الأمانة في قوله سبحانه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ [الأنفال: 27]. ووصف عباده المؤمنين في سورة (المؤمنون)، وفي سورة (المعارج) بأنهم يرعون الأمانات والعهود، وذلك في قوله سبحانه: وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ [المؤمنون: 8]. فمتى استقام المسلمون على هذا التعليم والتوجيه، وتواصوا به، وصدقوا في ذلك؛ فإن الله عز وجل يصلح لهم أحوالهم، ويبارك لهم في أعمالهم وثرواتهم، ويعينهم على بلوغ الآمال، والسلامة من مكائد الأعداء.
Allah Subẖānahu wa Taʿālā juga Mengagungkan masalah amanah dan Memerintahkan agar ditunaikan dalam firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah Menyuruh kalian agar menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa’: 58)
Juga firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah Menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak mampu menunaikannya, … (hingga akhir ayat).” (QS. Al-Ahzab: 72)
Allah juga Memperingatkan mereka tentang khianat terhadap amanah dalam firman-Nya (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)
Allah Subẖānahu wa Taʿālā Menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman dalam surah al-Mu’minun dan al-Ma’arij bahwa mereka adalah orang yang menjaga amanah dan perjanjian, yakni dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah dan janji-janji mereka.” (QS. Al-Mu’minun: 8) dan (QS. Al-Maarij: 32)
Ketika umat Islam bisa istikamah dalam ajaran dan bimbingan ini, saling menasihatkan hal itu di antara mereka, dan benar-benar mengamalkannya, niscaya Allah ʿAzza wa Jalla akan Memperbaiki keadaan mereka, Memberkahi amalan dan kekayaan mereka, dan Menolong mereka mencapai cita-cita mereka dan selamat dari tipu daya musuh mereka.
وقد أكد هذه المعاني سبحانه في قوله : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ [التوبة: 119] وفي قوله سبحانه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقَيرًا فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا [النساء: 135]. وقال سبحانه: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ [المائدة: 8]. وقال سبحانه: وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ الآية [الأنفال: 60]، وقال : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ خُذُواْ حِذْرَكُمْ [النساء: 71]. والآيات في هذا أكثر من أن تحصر.
Allah Subẖānahu wa Taʿālā Mempertegas makna tersebut dalam firman-Nya (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan jadilah orang yang bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119)
Juga dalam firman-Nya (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap diri kalian sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih Mengetahui kemaslahatan bagi mereka berdua, maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran, dan jika kalian memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kalian kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 135)
Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil, maka berlaku adillah, karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)
Demikian pula firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kalian miliki.” (QS. Al-Anfal: 60)
Juga firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kalian” (QS. An-Nisa’: 71)
Ayat-ayat yang semakna dengan ini terlalu banyak untuk disebutkan.
وأما المقدمتان الثانية والثالثة، وهما قوله: “ولن تكون هناك قوة اقتصادية بدون بنوك، ولن تكون هناك بنوك بدون فوائد”، فهما مقدمتان باطلتان، والأدلة الشرعية التي قدمنا بعضها، وما درج عليه المسلمون من عهد نبيهم ﷺ إلى أن أنشئت البنوك، كل ذلك يدل على بطلان هاتين المقدمتين، فقد استقام اقتصاد المسلمين طيلة القرون الماضية وهي أكثر من ثلاثة عشر قرنًا بدون وجود بنوك، وبدون فوائد ربوية، وقد نمت ثرواتهم، واستقامت معاملاتهم، وحصلوا على الأرباح الكثيرة والأموال الجزيلة بواسطة المعاملات الشرعية.
Adapun pernyataan kedua dan ketiga, yaitu perkataannya,
“… kekuatan ekonomi tidak akan ada tanpa bank, sementara bank tidak akan ada tanpa bunga.”
Dua pertanyaan itu tidaklah benar. Dalil-dalil yang sebagiannya telah kami sampaikan dan realita di tengah umat Islam sejak masa Nabi mereka Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam hingga munculnya bank-bank, semua itu menunjukkan batilnya kedua pernyataan tersebut. Perekonomian umat Islam telah stabil sepanjang abad-abad yang lalu lebih dari tiga belas abad tanpa adanya bank dan bunga riba. Kekayaan mereka bertambah, muamalah mereka berjalan lancar, dan mereka memperoleh keuntungan besar dan harta dalam jumlah banyak melalui transaksi-transaksi yang sesuai syariat.
وقد نصر الله المسلمين في عصرهم الأول على أعدائهم، وسادوا غالب المعمورة، وحكموا شرع الله في عباده، وليس هناك بنوك ولا فوائد ربوية؛ بل الصواب عكس ما ذكره الكاتب إبراهيم، وهو أن وجود البنوك والفوائد الربوية، صار سببًا لتفرق المسلمين وانهيار اقتصادهم، وظهور الشحناء بينهم وتفرق كلمتهم، إلا من رحمه الله؛ وما ذاك إلا لأن المعاملات الربوية تسبب الشحناء والعداوة، وتسبب المحق ونزع البركة، وحلول العقوبات، كما قال الله : يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ [البقرة:276].
Allah Subẖānahu wa Taʿālā telah Menolong umat Islam di generasi pertama mereka atas musuh-musuh mereka, mendominasi sebagian besar wilayah dunia, dan Memerintah hamba-hamba-Nya berdasarkan syariat Allah, tanpa ada bank atau bunga riba.
Justru yang benar adalah kebalikan dari apa yang disebutkan oleh penulis, Ibrahim, yaitu bahwa keberadaan bank dan bunga riba menjadi penyebab perpecahan umat Islam dan runtuhnya perekonomian mereka, serta munculnya kebencian di antara mereka dan rusaknya persatuan mereka, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah. Hal ini disebabkan karena transaksi-transaksi ribawi menimbulkan kebencian dan permusuhan, memunculkan kehancuran dan hilangnya keberkahan, serta mendatangkan azab, sebagaimana firman Allah Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Allah Memusnahkan riba dan Menyuburkan sedekah.” (QS. Al-Baqarah: 276)
ولأن ما يقع بين الناس بسبب الربا من كثرة الديون ومضاعفتها؛ بسبب الزيادة المتلاحقة، كل ذلك يسبب الشحناء والعداوة، مع ما ينتج عن ذلك من البطالة، وقلة الأعمال، والمشاريع النافعة؛ لأن أصحاب الأموال يعتمدون في تنميتها على الربا، ويعطلون الكثير من المشاريع المفيدة النافعة من أنواع الصناعات وعمارة الأرض، وغير ذلك من المعاملات التي يحصل بها تبادل المنافع، ونمو الثروات، والتعاون على كل ما ينفع المجتمع، ويشغل الأيدي العاطلة، ويعين الفقراء على كسب الرزق الحلال، والاستغناء عن الربا والتسول وأنواع المكاسب الخبيثة. ومن ذلك: المضاربات، وأنواع الشركات التي تنفع المجتمع، وأنواع المصانع؛ لما يحتاج إليه الناس من السلاح والملابس والأواني والمفارش وغير ذلك، وهكذا أنواع الزراعة التي تشغل بها الأرض، ويحصل بها النفع العام للفقراء وغيرهم.
Banyaknya utang dan bertambahnya secara berlipat ganda serta riba dan bunga yang terus-menerus adalah penyebab timbulnya kebencian dan permusuhan, selain mengakibatkan pengangguran dan sedikitnya lapangan pekerjaan dan proyek-proyek yang bermanfaat, karena pemilik uang mengandalkan pengembangan hartanya dengan riba sehingga menghilangkan banyak proyek-proyek yang bermanfaat, seperti industri, pengolahan lahan, dan pekerjaan lain yang menjadi sebab pertukaran manfaat, pertumbuhan kekayaan, dan kerja sama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat, menggerakkan para penganggur, membantu orang-orang miskin untuk mencari rezeki yang halal, dan menghilangkan praktik riba, mengemis, dan berbagai pekerjaan yang buruk lainnya.
Termasuk juga (proyek-proyek yang bermanfaat) adalah bagi hasil dan musyarakah di bidang yang memberikan manfaat bagi masyarakat dan berbagai macam kegiatan manufaktur yang dibutuhkan manusia, seperti senjata, pakaian, perkakas, perlengkapan tidur, dan lain-lain. Demikian juga berbagai macam pertanian untuk pengolahan tanah yang menghasilkan manfaat umum bagi orang-orang miskin dan selain mereka.
وبذلك يعلم كل من له أدنى بصيرة، أن البنوك الربوية ضد الاقتصاد السليم، وضد المصالح العامة، ومن أعظم أسباب الانهيار والبطالة، ومحق البركات، وتسليط الأعداء، وحلول العقوبات المتنوعة والعواقب الوخيمة. فنسأل الله أن يعافي المسلمين من ذلك، وأن يمنحهم البصيرة والاستقامة على الحق.
Dengan demikian, orang yang memiliki wawasan walau hanya sedikit akan bisa mengetahui bahwa bank ribawi itu bertentangan dengan perekonomian yang sehat dan kontraproduktif dengan maslahat umum, serta menjadi salah satu penyebab terbesar kehancuran dan pengangguran, hilangnya berkah, dominasi musuh, dan turunnya berbagai hukuman dan akibat buruk. Kami memohon kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā agar Melindungi umat Islam dari hal ini dan Memberi mereka ilmu dan istikamah dalam mengikuti kebenaran.
ثانيًا: قال إبراهيم: “إن وظيفة الجهاز المصرفي في اقتصاد ما، تشبه إلى حد قريب وظيفة القلب بالنسبة لجسم الإنسان تمامًا… إلخ”. والجواب: ليس الأمر كما قال؛ بل يمكن أن يقوم الجهاز المصرفي بما ذكره الكاتب من غير حاجة إلى الربا، ولا ضرورة إليه، كما قام اقتصاد المسلمين في عصورهم الماضية، وفي عصرهم الأول الذهبي بأكمل اقتصاد وأطهره، من دون وجود بنوك ربوية -كما تقدم- وقد نصر الله بهم دينه، وأعلى بهم كلمته، وأدر عليهم من الأرزاق والغنى، وأخرج لهم من الأرض ما كفاهم وأغناهم، وأعانهم على جهاد عدوهم، وحماهم به من الحاجة إلى ما حرم الله عليهم.
Syaikh Bin Baz rahimahullah
Sumber artikel.
https://www.binbaz.org.sa/articles/205/رد-على-دابراهيم-الناصر-حول-موقف-الشريعة-الاسلامية-من-المصارف
PDF sumber artikel.