Ada realita penting yang harus ditanamkan dalam jiwa dengan kuat, sekuat gunung yang menjulang. Yaitu, barangsiapa memanfaatkan detik-detik umurnya dalam ketaatan kepada Rabb-nya dan menggunakan hitungan usianya yang terbatas dalam perkara-perkara yang diridhai oleh Rabb dan Penciptanya, niscaya Allah akan memberinya keteguhan dan khusnul khatimah pada saat kematian. Ini tidaklah aneh. Karena barangsiapa menjaga Allah subhanahu wa ta’ala dalam suka, maka Dia akan menaga dan memeliharanya pada saat duka dan susah, dan saat-saat duka paling besar adalah saat-saat menjelang kematian. Apabila Anda ingin bukti nyata tentang hakikat besar ini, maka bacalah contoh-contoh yang cemerlang dan bentuk-bentuk yang gemilang dari akhir kehidupan orang-orang yang baik lagi bertakwa.
Al-Jariri berkata, “Saya berada di kepala Junaid ketika menjelang kematiannya. Pada saat itu, dia sedang membaca Al-Quran dan saya berkata kepadanya, “Kasihanilah dirimu.” (Yakni, jangan engkau memberatkan dirimu dengan membaca Al-Quran pada saat ajal menjemput). Dia menjawab, “Apakah ada orang yang lebih membutuhkan pahala dariku pada saat seperti ini, dan inilah diriku. Buku catatan amalku hampir ditutup.” Al-Jariri berkata, “Junaid telah mengkhatamkan Al-Quran, dia kemudian memulai lagi dengan surat Al-Baqarah dan telah membaca tujuh puluh ayat, kemudian dia wafat.” (Thabaqat Asy-Syafi’iyyah, As-Subki, juz 4). Betapa mulia akhir hidupnya. Betapa indah penghujung hidup seorang hamba shalih yang menjaga waktunya untuk ketaatan kepada Tuhannya.
Seorang hamba shalih, Amir bin Abdul Qais rahimahullah sedang dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian. Kesulitan-kesulitan dan sakaratul maut-pun telah turun kepadanya. Lalu dia mendengar adzan shalat Maghrib, maka Amir memiinta orang-orang yang berada di sekelilingnya untuk membawa ke masjid agar bisa meaksanakan shalat berjamaah. Ketika dia shalat di belakang imam dan bersujud pada rakaat pertama, Allah memanggilnya, sementara dia dalam keadaan sujud (Syiar A’lamin Nubala, 5/22). Berbahagialah hamba yang shalih ini. Ia wafat dalam keadaan bersujud kepada Allah. Maka pada hari Kiamat dia dibangkitkan dalam keadaan sujud kepada Allah Ta’ala.
Ibnul Ammad Al-Hambali menyebutkan, bahwa Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah adalah orang yang selalu memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala. Hingga dia meninggal dalam keadaan bertasbih yang dia hitung dengan jarinya (Syadzarat Adz-Dzahab, Ibnul Ammad Al-Hambali, juz 5). Benar, meraka adalah para pemimpin kebaikan. Maka mereka mendapatkan balasan kebaikan, bahkan lebih.
Imam Abu Ishak An-Naisaburi rahimahullah sedang menghadapi ajalnya. Sepanjang hari itu dia berpuasa. Dia berakta kepada anaknya, “Buka kelambu,” kemudian dia berkata lagi, “Saya haus.” Lalu anaknya membawakan air untuknya. Abu Ishak berkata, “Apakah matahari telah terbenam?” Anaknya menjawab, “Belum.” Maka Abu Ishak mengembalikan air tersebut, lalu dia berkata, “Untuk seperti inilah hendaknya orang-orang beramal.” Kemudian ruhnya pergi kepada Tuhannya (Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, juz 6).
Saudaraku, inilah akhir hidup orang-orang shalih yang menjaga waktu mereka. Apakah Anda tidak merindukan akhir hidup seperti mereka? Jika ya, maka maksimalkanlah usia Anda dan bersegeralah melaksanakan ketaatan. Karena, barangsiapa berjalan di jalan semestinya, niscaya dia akan sampai di tujuan dan barangsiapa bersungguh-sungguh, niscaya ia akan berhasil.
Sumber: 125 Kiat Orang-orang Terdahulu Menjadikan Waktu Produktif, Abul Qa’Qa Muhammad bin Shalih, Elba
Dipublikasikan Oleh: PengusahaMuslim.Com