Pertanyaan 1:
Assalamu’alaikum. Saya mau bertanya ustadz. Ada seorang yang butuh dana untuk mengerjakan proyek, karena beliau tidak punya dana maka dicari pendana (funder). Si pendana mau memberikan, tapi karena dananya dalam bentuk Surat Keterangan Jaminan Bank (SKJB) dari bank Mandiri pusat dalam bentuk Cek Cash dan jatuh tempo 8 bulan kemudian, maka mediator mencarikan pendana lain yang punya uang cash. Ada yang mau dengan potongan 20%, jadi jika pinjam 50M yang diterima hanya 40M. Nah, sebagai mediator akan diberikan 1,5M dari nilai 40M tersebut.
1. Apakah terhitung riba juga atau termasuk yang dilaknat Allah juga mediator tersebut dikarenakan telah membantu praktik Riba?
Jawaban 1:
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pertama-tama saya mengucapkan wa’alaikumussalam warahmatullah wa barakatuh.
Selanjutnya, kasus penjaminan berantai yang melibatkan Bank Garansi atau Surat keterangan jaminan Bank (SKJB) yang dicairkan lebih kecil dibanding nilai yang tertera pada Bank Garansi tersebut adalah salah satu transaksi riba. Karena akad penjaminan adalah salah satu akad yang dalam syari’at islam digolongkan ke dalam akad kasih sayang, atau belas kasih. Sehingga tidak dibenarkan ada keuntungan materi padanya. Karena penjaminan atau garansi atau yang dalam bahasa arabnya disebut dengan dhamaan, kafalah atau hamalah biasanya akan berujung pada akad hutang-piutang. Dengan demikian akad ini tercakup dalam keumuman kaedah:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا
“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan) adalah riba.”
Apa yang saya sampaikan di sini selaras dengan yang difatwakan oleh anggota tetap komite fatwa kerajan saudi arabia, fatwa no: 3249, 6227 & 7094.
Pertanyaan 2 & 3:
2. Apakah termasuk dalam kategori 2 orang saksi seperti sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Termasuk orang yang berbuat riba orang yang terlibat langsung, penulis dan 2 orang saksi.
3. Lalu bagaimana orang-orang mediator yang tidak terjun langsung dan mendapat bagian dari fee/komisi tersebut.
Jawaban 2 & 3:
Ya, tidak diragukan lagi bahwa seluruh pihak terkait dalam transaksi di atas, tercakup oleh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عن جابر قال: لَعَنَ رَسُولُ الله صلى الله عليه و سلم آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهَ وَشَاهَدَيْهِ، وقال: هُمْ سَوَاء. رواه مسلم
Dari sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan/membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga dua orang saksinya.” Dan beliau juga bersabda: “Mereka itu sama dalam hal dosanya.” (Muslim)
Pertanyan 4:
4. Dimanakah mencari orang-orang yang bisa bekerja sama tanpa harus terkena praktik riba mengingat pada zaman sekarang sangat sulit
mencari orang yang mau bekerjasama.
Jawaban 4:
Kalau saudara bertanya dimana? Ya jawabannya tentu di bumi Allah, betapa banyak saudara-saudara kita yang tidak sudi untuk menjalankan akad riba dalam bentuk apapun, hanya saja mungkin saudara saja yang belum mengenal mereka. Akan tetapi sebelum saudara mencari mereka, camkan terlebih dahulu fakta yang saudara jalani. Mengapa masyarakat saudara sulit mempercayai sesama mereka? Apakah karena mereka kekurangan dan tidak memiliki harta kekayaan? Ataukah karena memang sulit menemukan orang-orang yang layak dipercaya?
Saudaraku, apa yang sedang kita alami bersama ini, yaitu susahnya mencari orang yang dapat dipercaya, jauh-jauh hari telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya berikut:
يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ …. يُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ فَلاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّى الأَمَانَةَ ، فَيُقَالُ إِنَّ فِى بَنِى فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِينًا . وَيُقَالُ لِلرَّجُلِ مَا أَعْقَلَهُ وَمَا أَظْرَفَهُ وَمَا أَجْلَدَهُ . وَمَا فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ ، وَلَقَدْ أَتَى عَلَىَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِى أَيَّكُمْ بَايَعْتُ لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا رَدَّهُ الإِسْلاَمُ ، وَإِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا رَدَّهُ عَلَىَّ سَاعِيهِ ، فَأَمَّا الْيَوْمَ فَمَا كُنْتُ أُبَايِعُ إِلاَّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا . متفق عليه
“Di akhir zaman, seseorang hanya sekedar terlelap beberapa saat saja, rasa amanah telah dicabut dari hatinya. Kala itu umat manusia saling berniaga akan tetapi hampir-hampir tidak seorangpun yang menunaikan amanah. Sampai-sampai dinyatakan: Bahwa di bani fulan (kabilah fulan) terdapat seorang yang dapat dipercaya (amiin), sehingga orang itu dipuji: betapa bagus akal pikirannya, betapa cerdasnya ia, dan betapa tabahnya ia. Padahal di hatinya tidak terdapat keimanan walau hanya sebesar biji sawi.” Huzaifah bin Yaman perawi hadits ini berkata: “Sungguh aku pernah melalui suatu masa, dimana aku tidak pernah berpikiran dengan siapa aku berniaga, karena bila ia adalah orang Islam, niscaya keislamannya akan mendorongnya menunaikan amanah, dan bila ia orang Nasrani, maka penguasanya akan menjaminku mendapatkan hak-hakku. Adapun sekarang, maka aku tidak berani untuk berniaga selain dengan si fulan dan si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Inilah rahasia dan jawaban dari pertanyaan saudara; AMANAH. Kepercayaan itu adalah bagian dari keimanan. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits di atas mengaitkan antara penunaikan hak alias kepercayaan atau amanah dengan keimanan.
Bila demikian halnya, maka carilah orang-orang yang benar-benar beriman, bukan sekedar berpenampilan layaknya orang beriman, akan tetapi hatinya kosong. Jalinlah kerjasama dengan orang-orang yang lahiriyyahnya dan batinnya benar-benar mencerminkan keimanan.
Saudara sulit mencari orang yang dapat dipercaya dan mempercayai saudara, dikarenakan memang zaman sekarang keimanan seakan telah sirna, yang tersisa hanyalah pengakuannya belaka. Adapun keimanan yang sebenarnya, sehingga menuntun pemiliknya untuk menunaikan amanah, maka seakan di zaman kita ini jumlahnya lebih sedikit dibanding intan berlian di tempat pembuangan sampah.
Bila saudara menginginkan jumlah orang-orang yang benar-benar amanah sehingga dapat dipercaya, maka binalah generasi yang beriman dan bertaqwa, niscaya kelak saudara dapat menemukan mereka dengan mudah.
Walau demikian, saya harap saudara tidak berkecil hati. Yakinlah bahwa saudara terlahir ke dunia ini dengan membawa jatah rizki dari Allah. Jadi tidak perlu putus asa atau ciut harapan.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْساْ لَنْ تَمُوَت حَتىَّ تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا، فَاتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ، خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرَمَ. رواه ابن ماجة وعبد الرزاق وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rizkinya, walaupun telat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rizki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (Riwayat Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, serta dinyatakan sebagai hadits shohih oleh Al Albani)
Wallahu a’alam bisshawab.
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
***
Punya pertanyaan masalah Hukum Perdagangan?
Bergabunglah di Milis Fatwa Perdagangan [email protected], milis ini disediakan bagi anggota milis pengusahamuslim.com yang ingin bertanya tentang berbagai masalah hukum perdagangan dengan Ustadz Pembina milis pengusahamuslim.com.
Untuk Bergabung, kirim email kosong ke: [email protected]
Untuk bertanya, kirim pertanyaan ke: [email protected]
Mohon bersabar jika pertanyaan tidak langsung dijawab, karena kesibukan Ustadz Pembina dan karena diperlukannya waktu untuk menyusun jawaban dan pencarian dalil-dalil yang mendukung jawaban.