Permasalahan ini harus dikuasai dan senantiasa diingat, agar tidak terkecoh dengan perubahan nama atau sebutan riba. Masyarakat di belahan bumi manapun, pada zaman ini telah mengubah nama riba menjadi bunga atau faidah, dan mengubah nama piutang menjadi tabungan atau wadi’ah.
Piutang (al-qardhu) adalah suatu akad berupa memberikan harta kepada orang yang akan menggunakannya dan kemudian ia berkewajiban mengembalikan gantinya (baca Mughni al-Muhtaj oleh asy-Syarbiny asy-Syafi’i, 2/117 dan asy-Syarhu al-Mumti’ oleh Ibnu ‘Ustaimin, 9/93). Adapun akad tabungan atau wadi’ah adalah menyerahkan harta kepada orang yang menjaganya/menyimpankannya (baca Mughni al-Muhtaj, 3/79, Kifayah al-Akhyaar oleh Taqiyuddin al-Hishny, 2/11 dan asy-Syarhu al-Mumti’, 10/285).
Agar perbedaan antara wadi’ah (titipan) dengan dain (piutang) menjadi jelas, maka cermatilah perbedaan hukum antara keduanya dalam diagram berikut:
Tabel Perbedaan Piutang dengan Tabungan
No | Piutang (Dain) | Tabungan/Titipan/Simpanan (Wadi’ah) |
1 | Penghutang (bank) sepenuhnya dibenarkan untuk menggunakan uang piutangnya, baik dengan dibelanjakan atau dihibahkan atau dihutangkan kembali kepada orang lain. | Penyimpan, tidak dibenarkan untuk menggunakan uang atau barang yang disimpankan kepadanya, kecuali atas seizin pemilik uang / barang. Bila ia menggunakannya, maka ia telah berkhianat, dan berkewajiban mengganti barang tersebut bila terjadi kerusakan. |
2 | Bila uang atau barang rusak atau hilang, setelah akad piutang terjadi, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab penghutang (bank). | Kerusakan yang tidak disengaja, atau tanpa ada kelalaian dari penerima titipan, maka ia tidak bertanggung jawab untuk menggantinya atasnya. |
3 | Piutang adalah akad yang mengikat, sehingga tidak dibenarkan bagi pemberi piutang untuk menarik kembali uangnya kecuali setelah jatuh tempo atau atas izin penghutang. | Penyimpan, berhak mengambil barang simpanannya kapanpun, walau sebelum jatuh tempo yang telah disepakati, asalkan tidak menyusahkan penyimpan. |
4 | Diharamkan bagi pemberi piutang untuk mensyaratkan keuntungan dalam wujud apapun atas penghutang. | Mustahil ada orang yang siap menjadi penyimpan barang atau uang, bila pemilik barang mensyaratkan agar ia memberi keuntungan kepada pemilik barang. Padahal penyimpan tidak dibenarkan untuk menggunakan barang simpanan. |
5 | Penghutang (bank) tidak dibenarkan sama sekali untuk memungut upah dari pemberi piutang, karena itu termasuk tindak kezhaliman. | Bila penyimpan memungut upah atas simpanan, maka akadnya secara otomatis berubah menjadi akad sewa-menyewa atau jual beli jasa. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda dengan akad simpanan yaitu penyimpan berkewajiban untuk memberikan dhamaan (jaminan) bila terjadi kerusakan. Selain itu ia telah berlaku khianat dan berdosa. |
6 | Tujuan piutang adalah untuk memenuhi kebutuhan orang yang berhutang. Sehingga yang diuntungkan biasanya adalah penghutang. | Tujuan akad penitipan ialah untuk menolong pemilik barang, sehingga yang diuntungkan biasanya adalah pemilik barang. |
7 | Kepemilikian barang atau uang telah berpindah tangan menjadi milik penghutang (bagi yang ingin mendapatkan penjelasan lebih banyak tentang berbagai hukum hutang piutang, silakan baca al-’Aziiz Syarah al-Wajiiz oleh Imam ar-Raafi’I, 4/432 dan seterusnya, Mughni al-Muhtaj, 2/117-120, asy-Syarhu al-Mumti’, 9/93-116). | Kepemilikan barang tidak pernah berpindah tangan menjadi milik penyimpan (untuk mendapatkan kejelasan lebih banyak tentang berbagai hukum yang berkaitan dengan Wadi’ah, silakan baca al-’Aziiz Syarah al-Wajiiz, oleh Imam ar-Raafi’i, 7/292 dan seterusnya, Mughni al-Muhtaj, 3/79-91 dan asy-Syarhu al-Mumti’, 10/285-316, Kifayah al-Akhyaar oleh Taqiyuddin al-Hishni 2/12-17). |
Bila kita bandingkan antara tabungan di perbankan zaman kita ini dengan hukum-hukum wadi’ah yang ada pada kolom di atas, niscaya akan kita dapati adanya beberapa ketidaksesuaian. Wadi’ah yang diterapkan dalam perbankan lebih sesuai dengan hukum dain/piutang, karena pihak bank memanfaatkan uang nasabah dalam berbagai proyeknya. Dengan demikian, sebenarnya wadi’ah/tabungan yang ada di perbankan adalah piutang, sehingga yang berlaku padanya adalah hukum hutang piutang, dan bukan hukum wadi’ah/titipan.
Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri
Artikel www.PengusahaMuslim.com