Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia

Artikel, Research and Development, Sumber Daya Manusia

Demam Ultrabook

Salah satu keunikan menjadi seorang muslim adalah bahwa kita dituntut untuk selalu belajar dan mengambil hikmah. Baik itu dari kejadian-kejadian besar seperti terbelahnya lautan di masa Nabi Musa maupun peristiwa kecil seperti “gugupnya” semut-semut yang akan dilalui oleh bala tentara Nabi Sulaiman. Selain dari peristiwa, terkadang kita juga diminta untuk belajar dari benda atau objek-objek yang ada di dunia, entah itu dari objek sebesar gunung maupun objek kecil seperti butiran pasir.

Di rubrik “Ngopi di Silicon Valley” kali ini, saya akan mengajak Anda semua melakukan hal di atas; tadabbur. Tapi tentu saja, bukan merenungi gunung atau pasir atau lautan atau semut. Noupe. Bukan itu. Kali ini, saya lebih tertarik mengajak Anda untuk memaknai sekaligus mengambil pelajaran ringan dari sesuatu yang bernama “Macbook Air” atau “Ultrabook”. Dan inilah ceritanya …

There is something on the air“. Itulah tagline acara Macworld Expo pada tanggal 15 januari empat tahun silam. Sewaktu melihat tagline di atas, mungkin banyak di antara kita yang berasumsi bahwa Apple sepertinya akan merilis sesuatu yang bisa terbang dan melayang-layang di udara. Bila memang benar demikian, maka dugaan Anda sedikit meleset karena pada saat gelaran itu berlangsung, Steve Jobs ternyata hanya memperkenalkan sebuah gadget baru dengan cara yang sangat unik yakni mengeluarkannya dari sebuah amplop yang sering digunakan untuk proses lamaran kerja. Dan saat isi amplop tersebut terkuak, semua penonton berdecak kagum. Sebagian diantaranya sontak mengeluarkan kata “woooooow …..”, tapi ada juga yang menyertakan ketakjubannya dengan tepuk tangan riuh. 

Laptop itu, yang diberi nama Macbook Air, memang bukan laptop sembarangan. Saat pertama kali diluncurkan, Apple berani menyematkan gelar “world’s thinnest notebook” alias “notebook tertipis di dunia” untuk laptop satu ini. Dengan ketebalan kurang dari 1 inchi dan berat total di kisaran 1,36 kg, Apple rasanya tidak keliru dengan slogan di atas. Dengan dua fitur ini saja, produsen laptop lain pasti sudah banyak yang mengantri di belakang. Untuk apa? Mencontek! Hahaha …..

Setelah puluhan tahun sejak manusia pertama kali mengenal laptop atau portable computer yang datang dengan berat mencapai puluhan kilogram, akhirnya Apple mampu membawa sebuah spesies baru di dunia consumer electronic, sebuah laptop dengan performa mumpuni namun dengan desain yang ringkas dan berat yang sangat ringan. Tapi meskipun begitu, ternyata masih ada satu aspek yang sangat mengganggu konsumen saat itu; harganya.

Seperti kebiasaan Apple sebelumnya, Macbook Air bukanlah barang murahan yang dilepas dengan murah. Saat pertama kali dirilis pada tahun 2008, Macbook Air dibanderol dengan harga fantastis, $1.800. Kalau dirupiahkan, notebook Apple pertama yang menggunakan media penyimpanan tipe SSD (solid-state drive) ini bisa mencapai 18 – 20 juta rupiah. 

Ultrabook

Apple sudah merilis produknya dan konsumen tampaknya sangat menyukainya, tapi harganya terlalu mahal. Ada ide? Buat Macbook Air, tapi yang lebih murah. Itulah kira-kira definisi sederhana, singkat, dan padat dari istilah yang sedang booming akhir-akhir ini; ultrabook. Istilah keren ini digelontorkan oleh pabrikan processor nomor satu dunia, yakni intel. Usut punya usut, sepertinya Ultrabook adalah jenis laptop baru yang diharapkan oleh intel untuk menghadang laju penjualan tablet PC di seluruh dunia yang sedang meningkat tajam namun tidak menyertakan processor rakitannya. Anda belum tahu apa itu tablet PC? Itu lho, yang sering dipanggil dengan nama iPad atau Galaxy Tab.

Dan perlombaan pun dimulai. Dari Taiwan, Asus memulainya dengan seri Zenbook UX31. Diikuti oleh tetangga dekatnya, Acer dengan seri Aspire S3 dan S5. Dari Jepang, Toshiba kemudian melansir seri Portege Z835. Bergeser ke utara sedikit ada Lenovo dengan Ideapad U300S. Kembali ke kampung halaman Apple, ada HP yang ikut nimbrung dengan HP Folio 13 atau Dell dengan seri Adamo atau XPS.

Semua laptop yang disebut di atas memiliki ciri khas yang hampir sama; lebih tipis ketimbang kebanyakan laptop di pasaran, lebih hemat baterai, lebih cepat melakukan booting ke sistem operasi, dan yang terpenting adalah lebih murah ketimbang Macbook Air. Kalau Macbook Air dijual di atas $1000, maka umumnya ultrabook dijual di bawahnya. Acer Aspire S3 mungkin bisa diberi gelar sebagai ultrabook termurah karena bisa dibawa pulang dari toko dengan harga 7 jutaan rupiah saja atau di kisaran $700.

Ultrabook di Kantor Pemda

Beberapa bulan yang lalu, pada tanggal 16 Januari 2012, salah satu kepala seksi di Dinas PPKAD (Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Pemkab Gorontalo, Bapak Arman Mahmud, SE., menjatuhkan pilihannya kepada Acer Aspire S3. Dan aksi ini tampaknya sudah memulai sebuah demam karena beberapa bulan setelahnya, giliran ibu sekretaris dinas melakukan hal yang sama. Diikuti oleh kepala dinas. Dibuntuti oleh kepala bidang pendapatan, kemudian kepala seksi aset bergerak. Dan yang terakhir oleh kepala bidang akuntansi. Ini adalah sebuah gejala demam yang unik dan positif. Saya menyebutnya “demam ultrabook”. Sebuah demam ketika para pegawai menginginkan sesuatu yang sudah lama diimpikannya. Sebuah laptop yang ringan, tipis, performa menawan, terisi dengan Windows OS, dan bisa dijangkau oleh anggaran belanja daerah.

Demam ultrabook ini kemudian menyebar ke luar menuju dinas yang lain. Dinas perikanan sudah memulainya. Berikutnya entah dinas mana lagi. Tapi sebagai staff yang sering berurusan dengan laptop milik pemda, saya pribadi yakin bahwa ultrabook adalah laptop masa depan untuk para pegawai. Dan bila sebuah produk sudah layak dianggap sebagai masa depan pegawai, maka uang negara kemungkinan besar akan dibelanjakan ke sana. Uang yang jumlahnya tidak sedikit tentunya.

Penutup

Apple mengambil keputusan terbesar sebagai pionir. Perusahaan ini berani menulis ulang sejarah notebook karena tidak segan membuang Optical Drive dari laptopnya. Sebuah keputusan yang mengandung risiko sangat tinggi. Setelah sukses, produsen lain kemudian meniru sambil mencoba memperbaiki kekurangannya. Dan ini pun tidak salah. Yang agak salah adalah pabrikan Indonesia karena sampai sekarang belum ada yang nimbrung di perlombaan ultrabook ini. Pada ke mana ya? Haloo… Axioo, Wearness, Zyrex, lagi pada tidur ya?

Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28