Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia

Artikel, Entrepreneurship

Mengelola “mindset” Berwirausaha

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh,

Saudaraku Pengusaha Muslim ysh,

Saat
sedang berpresentasi di salah satu kelas Managister Manajemen pekan
lalu, ada mahasiswa yang bertanya pada saya “Pak, menurut anda apa yang
paling mendasar yang harus dilakukan agar kita memiliki Kecakapan
menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri?”.

Jawaban pertanyaan itu
sejatinya sungguh merupakan “cikal bakal” bekal paripurna sebagai
“modal utama” untuk dapat sukses sebagai wirausaha tangguh.

Mengapa
?? Karena kita sedang berbicara tentang “Mindset berwirausaha” atau
“The Individual Entreprenerial Mindset”, yang akan mampu menggerakkan
dan melecut seseorang sehingga bersedia berkeinginan untuk masuk ke
“wilayah tidak nyaman” (ke luar dari comport zone) dengan melakukan
aktivitas berwirausaha.

Pada kesempatan ini, saya hanya akan
membahas mengenai “Sikap” atau “Attitude” dan “Cara Mengelola” Mindset
berwirausaha tersebut.

Seperti yang telah kita ketahui bersama
bahwa seorang wirausaha itu wajib di dalam dirinya itu tertanam dan
memiliki paling tidak tiga hal berikut, yakni Imajinasi (Imagination),
fleksibel (Flexibility), dan bersedia menerima resiko (Acceptance of
Risks) agar dapat berpeluang “menjadi peserta sukses” aktivitas
berwirausaha.

Penjelasan mengenai definisi ‘imajinasi’ dan
‘fleksibel’ beserta kaitannya dengan pola pikir berwirausaha, saya yakin
semua dari kita langsung dapat mencernanya dan memahaminya dengan baik.
Tapi mengenai “Bersedia menerima resiko”, mungkin perlu kejelasan
definisi lebih jauh mengenai hal ini.

“Resiko” itu berkorelasi dengan peluang yang masih “fifty-fifty” tentang keberhasilan atau kegagalannya lho . .

Misalnya,
anda bersedia berinvestasi ‘besar-besaran’ dan ‘habis-habisan’ berani
mengambil “resiko” terjun di bidang bisnis yang anda belum pernah kenal
sama sekali di bidang usaha ini, maka berdasarkan definisi “resiko” yang
telah dikemukakan di atas tadi itu anda itu bukan dalam kategori
“berani mengambil resiko”, karena secara logika  sederhana saja peluang
anda untuk masuk kebisnis itu diperkirakan akan terjun bebas dan “hancur
lebur”.

Jadi, bila hal itu yang anda lakukan maka anda bukannya
orang yang “berani mengambil resiko”, tapi anda orang yang “berani
membuat diri anda terpuruk” alias “kurang cerdas”, karena peluang anda
untuk gagal atau berhasil tidak “fifty-fifty” lagi tapi dapat dipastikan
lebih dari 50% peluang anda tinggi sekali untuk gagalnya.

lalu, sikap positif pola pikir berwirausaha itu seperti apa ?

Menurut
beberapa literatur, sikap positif pola pikir berwirausaha (The
Individual Entreprenerial Mindset Right Attitude) antara lain :

– Dapat bekerja tanpa supervisi (Able to work without supervision)
– Dapat memotivasi diri sendiri (Able to self-motivate)
– Dapat membuat keputusan yang cepat (Able to make quick decisions)
– Mampu menghendle stress (Able to handle stress)
– Open-minded dan fleksible (Open-minded and flexible)
– Berfokus pada bidang usahanya (Focused)
– Gigih (Persistent)
– Sabar (Patient)
– Dan lain-lain

Seseorang
yang hendak menciptakan suatu kegiatan usaha (menjadi wirausaha), wajib
memiliki dan mengelola “The Individual Entrepreneurial Mindset”-nya,
seperti berikut (McGrath  &  MacMillan,  2000: 339):

1. “Develop Insight Into The Customers‘ Behavioral Context”

Seorang
entrepreneur tidak harus memiliki produk yang revolusioner, yang lebih
dibutuhkan adalah pemikiran revolusioner ke dalam suatu konteks
kehidupan pelanggan, menciptakan ide yang mampu menjadi jawaban bagi
masalah utama pelanggan dalam konteks tersebut.

2. “In An Individual Entrepreneurial Mindset, Everybody Plays”

Tindakan
menyertakan orang lain dalam kegiatan entrepreneurial merupakan proses
yang penting. Ide beberapa orang yang dilebur menjadi satu akan
memberikan hasil yang lebih baik daripada pemikiran satu orang saja.
Seorang entrepreneur akan belajar banyak hal mengenai team building dan
leadership jika ide ini diterapkan.

3. “Experiment Intelligently”

Perumusan
strategi bisnis yang dilakukan oleh entrepreneur lebih berdasarkan
eksperimen dan trial-error daripada analisis dan forecasting. 
Eksperimen merupakan tindakan nyata untuk memilih dan memulai proyek ide
secara nyata namun dalam skala yang masih kecil, berbeda dengan
analisis dan forecasting yang hanya merupakan perencanaan. Entrepreneur
tidak takut terhadap kegagalan, namun demikian resiko yang akan diterima
harus diperhitungkan dengan matang, agar kegagalan yang akan terjadi
dapat diminimalisasi.

4. “Spend Imagination Instead of Money”

Seorang
entrepreneur secara rutin menggunakan waktu-waktu tertentu untuk
berimajinasi dan berkreasi supaya ide-ide baru muncul. Ide tersebut
tidak selalu mengenai pengembangan produk, tetapi juga hal-hal yang
berkaitan dengan operasional dan promosi pemasaran.  Untuk berhasil,
entrepreneur lebih bergantung pada imajinasi idenya daripada besaran
nominal uang yang dimiliki.

5. “Framing Is Crucial To The Entrepreneurial Leader”

Tanpa
kerangka kerja yang jelas, semua orang akan terjebak dalam
ketidakpastian. Seorang yang memiliki entrepreneurial mindset mampu
menyediakan kerangka sistem pekerjaan yang jelas bagi semua orang yang
bekerja bersamanya.  Dengan demikian, setiap orang akan mampu bekerja
dengan efektif dan menghadapi tantangan ke depan yang lebih pasti.

6. “Be Ruthless With Respect To Priorities”

Seorang
entrepreneur harus mampu memilah tugas, mana yang perlu atau tidak
untuk dilakukan, mana yang sifatnya segera atau dapat ditunda.

7. “Using Measures Early On is better than using precise ones too late”

The
Individual Entrepreneurial mindset dapat terus dikembangkan dengan cara
menggunakan ukuran atau batasan untuk setiap persoalan. Beberapa
standar harus ditetapkan terlebih dulu oleh seorang entrepreneur untuk
memastikan kualitas pekerjaan dan produk yang dihasilkan.

8. “Pay Attention To The Cost Of Failure”

Tidak
ada seorang pun entrepreneur di dunia ini yang tidak pernah mengalami
kegagalan.  Dalam kondisi yang tidak menentu, seorang entrepreneur hanya
memiliki kontrol terbatas terhadap kemungkinan terjadinya kegagalan. 
Bahkan kegagalan merupakan harga yang harus dibayar untuk masuk ke
peluang baru berikutnya.  Biaya akan kegagalan (cost of failure)
tersebut yang masih dapat dikontrol, seorang  entrepreneur harus
memiliki calculated risk taking mindset. Meminimalisasi biaya kegagalan,
bukan meminimalisasi jumlah kegagalan.

Nah, ayo perbaiki dan
benahi pola pikir berwirausaha anda, mungkin hal ini merupakan salah
satu penyebab mengapa pengelolaan bisnis anda belum dapat berkembang
pesat.

Semoga bermanfaat  . .

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh,

Oleh: Bpk. Amriwansyah Kumara (Beliau adalah HUMAS KPMI  dan juga seorang praktisi pemasaran, owner jaringan usaha Restoran, dan Cafe & Resto)

PengusahaMuslim.com didukung oleh Zahir Accounting

Software Akuntansi Terbaik di Indonesia

Dukung kami dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. 081 326 333 328 & 087 882 888 727

Donasi
dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah
Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Klik Daftar KPMI

>>> Informasi Agenda Pelatihan KPMI Jakarta <<<

Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28