Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia

Artikel, Tanya Jawab Syariah

Tanya Jawab: Hukum Menjual E-book Dengan Program Reseller Yang Mirip Mlm

[Pertanyaan 1]

1. Bagaimana hukum menjual e-book?

Esthi

Jawaban:

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Hukum memperjual-belikan e-book adalah halal, selama e-book tersebut tidak mengandung hal-hal yang diharamkan dalam syari’at, sebagaimana halnya program komputer atau buku cetak biasa atau barang lainnya. Karena hukum asal setiap perniagan barang yang bermanfaat adalah halal.

[Pertanyaan 2]

Bagaimana hukum mengikuti affiliate programs/program reseller? detailnya seperti yang ada di web bayicerdas jadi setelah kita membeli e-book tersebut kita berhak mendapatkan komisi 50 % dari penjualan jika kita mampu mengajak 1 orang untuk membeli e-book tersebut, intinya tugas kita hanya melakukan promosi agar orang mau melakukan transaksi membeli e-book tersebut dan kita mendapatkan komisi jika terjadi transaksi.

Esthi

Jawaban:

Pertanyaan serupa dengan yang saudari tanyaka ini pernah diajukan ke Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia. Dan berikut teks pertanyaan dan jawabannya:

فتوى رقم (22935) وتاريخ  14-3-1425هـ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وآله وصحبه ، وبعد :
فقد وردت إلى اللجنة الدائمة والإفتاء أسئلة كثيرة من عمل شركات التسويق الهرمي أو الشبكي مثل شركة (بزناس)، وغيرها والتي يتلخص عملها في إقناع الشخص بشراء سلعة أو منتج ، على أن يقوم بإقناع آخرين بالشراء ليقنع هؤلاء آخرين أيضًا بالشراء وهكذا ، وكلما زادت طبقات المشتركين حصل الأول على عمولات أكثر تبلغ آلاف الريالات ، وكل مشترك يقنع من بعده بالاشتراك مقابل العمولات الكبيرة التي يمكن أن يحصل عليها إذا نجح في ضم مشتركين جدد يلونه في قائمة الأعضاء، وهذا ما يسمى التسويق الهرمي أو الشبكي.
وأجابت اللجنة : أن هذا النوع من المعاملات محرَّم ، وذلك أن مقصود المعاملة هو العمولات وليس المنتج ، فالعمولات تصل إلى عشرات الآلاف ، في حين لا يتجاوز ثمن المنتج بضع مئات ، وكل عاقل إذا عرض عليه الأمران فسيختار العمولات ، ولهذا كان اعتماد هذه الشركات في التسويق والدعاية لمنتجاتها هو إبراز حجم العمولات  الكيبرة التي يمكن أن يحصل عليها المشترك ، وإغراءه بالربح الفاحش مقابل مبلغ يسير هو ثمن المنتج ، فالمنتج الذي تسوقه هذه الشركات مجرد ستار وذريعة للحصول على العمولات والأرباح ، لما كانت هذه هي حقيقة هذه المعاملة ، فهي محرَّمة شرعًا لأمور
أولاً : أنها تضمنت الربا بنوعيه ربا الفضل وربا النسيئة ، فالمشترك يدفع مبلغًا قليلاً من المال ليحصل على مبلغ كبير منه ، فهي نقود بنقود مع التفاضل والتأخير ، وهذا هو الربا المحرَّم بالنص والإجماع، والمنتج الذي تبيعه الشركة للعميل ما هو إلا ستار للمبادلة ، فهو غير مقصود للمشترك ، فلا تأثير له في الحكم.
ثانيًا : أنها من الغرر المحرَّم شرعًا ؛ لأن المشترك لا يدري هل ينجح في تحصيل العدد المطلوب من المشتركين أو لا ؟ والتسويق الشبكي أو الهرمي مهما استمر فإنه لابد أن يصل إلى نهاية يتوقف عندها ، ولا يدري المشترك حين انضمامه إلى الهرم هل سيكون في الطبقات العليا منه فيكون رابحًا ، أو في الطبقات الدنيا فيكون خاسرًا ؟ والواقع أن معظم أعضاء الهرم خاسرون إلا القلة القليلة في أعلاه، فالغالب إذن هو الخسارة ، وهذه حقيقة الغرر ، وهي التردد بين أمرين أغلبهما أخوفهما، وقد نهي النبي صلى الله عليه وسلم عن الغرر ، كما رواه مسلم في صحيحه.
ثالثًا : ما اشتملت عليه هذه المعاملة من أكل الشركات لأموال الناس بالباطل ؛ حيث لا يستفيد من هذا العقد إلا الشركة ومن ترغب إعطاءه من المشتركين بقصد خدع الآخرين ، وهذا الذي جاء النص بتحريمه في قوله تعالى : يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل .النساء : 29 .
رابعًا : ما في هذه المعاملة من الغش والتدليس والتلبيس على الناس ، من جهة إغرائهم بالعمولات الكبيرة التي لا تتحقق غالبًا، وهذا من الغش المحرَّم شرعًا ، وقد قال عليه الصلاة والسلام : “من غش فليس مني” . رواه مسلم في صيحه وقال أيضًا : “البيعان بالخيار ما لم يتفرقا ، فإن صدقا وبيَّنا بورك لهما في بيعهما ، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما”. متفق عليه.
وأما القول بأن هذا التعامل من السمسرة ، فهذا غير صحيح ، إذ السمسرة عقد يحصل السمسار بموجبه على أجر لقاء بيع السلعة ، أما التسويق الشبكي فإن المشترك هو الذي يدفع الأجر لتسويق المنتج ، كما أن السمسرة مقصودها السلعة حقيقة ، بخلاف التسويق الشبكي فإن المقصود الحقيقي منه هو تسويق العملات وليس المنتج ، ولهذا فإن المشترك يُسوّق لمن يُسوِّق ، هكذا بخلاف السمسرة التي يُسوق فيها السمسار لمن يريد السلعة حقيقة ، فالفرق بين الأمرين ظاهر.
وأما القول بأن العمولات من باب الهبة فليس بصحيح ، ولو سلم فليس كل هبة جائزة شرعًا ، فالهبة على القرض ربا ، ولذلك قال عبد الله بن سلام لأبي بردة ، رضي الله عنه: “إنك في أرض الربا فيها فاش ، فإذا كان لك على رجل حق فأهدى إليك حمل تبن أو حمل شعير أو حمل قت فإنه ربا” . رواه البخاري في الصحيح ، والهبة تأخذ حكم السبب الذي وجدت لأجله ، ولذلك قال عليه الصلاة والسلام : “أفلا جلست في بيت أبيك وأمك فتنظر أيهدى إليك أم لا؟” متفق عليه .
وهذه العمولات إنما وجدت لأجل الاشتراك في التسويق الشبكي ، فمهما أعطيت من الأسماء سواء هدية أو هبة أو غير ذلك ، فلا يغيِّر ذلك من حقيقتها وحكمها شيئًا .
ومما هو جدير بالذكر أن هناك شركات ظهرت في السوق سلكت في تعاملها مسلك التسويق الشبكي أو الهرمي ، وحكمها لا يختلف عن الشركات السابق ذكرها ، وإن اختلف عن بعضها فيما تعرضه من منتجات ، وبالله التوفيق، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وآله وصحبه.

Fatwa no: (22935) yang bertanggalkan: 14-3-1425 H:

“Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah keluarga dan sahabatnya, Amma ba’du:

Telah banyak pertanyaan yang sampai ke meja Komite Fatwa tentang metode pemasaran piramida atau jaringan, sebagaimana yang terjadi pada perusahaan Baznas dan yang lain. Inti dari kerjanya terfokus pada upaya meyakinkan orang lain agar turut membeli barang atau produk, dan selanjutnya iapun bertugas untuk meyakinkan orang lain agar turut membeli dan pada gilirannya merekapun bertugas melakukan hal yang sama dan demikianlah seterusnya. Setiap kali level konsumen bertambah tinggi, maka konsumen pertama akan semakin banyak mendapatkan bonus yang bisa mencapai ribuan real. Dengan demikian, setiap pembeli berupaya meyakinkan calon pembeli selanjutnya agar ia berpeluang mendapatkan bonus yang besar bila berhasil menarik konsumen/anggota baru yang tercatat pada level dibawahnya. Inilah yang diistilahkan dengan metode pemasaran piramida atau jaringan.

Dan Komite Tetap memberikan jawaban berikut: Sesungguhnya perniagaan semacam ini adalah perniagaan yang diharamkan, Yang demikian itu dikarenakan  –biasanya- tujuan utama dari menjadi anggota jaringan ini ialah agar mendapatkan bonus dan bukan produknya. Bonus dapat mencapai puluhan ribu real, sedangkan produknya sendiri hanya seharga beberapa ratus real saja. Setiap orang yang berakal bila ditawarkan kepadanya dua hal itu (produk atau bonus) pasti lebih memilih bonusnya. Oleh karena itu tumpuan perusahaan semacam ini dalam memasarkan produknya ialah dengan menonjolkan besarnya bonus yang mungkin didapatkan oleh setiap anggota jaringan, dan memancingnya dengan keuntungan yang luar biasa besarnya bila dibanding dengan modal yang ia keluarkan yaitu berupa harga produk yang ia beli.

Dengan demikian produk yang dipasarkan oleh perusahaan semacam ini hanya sekedar kedok dan sarana belaka guna mendapatkan bonus dan keuntungan. Dikarenakan kenyataan dari transaksi ini adalah demikian ini, maka dapat dipastikan hukumnya dalam syari’at agama adalah haram, dengan alasan sebagai berikut:

Pertama: Transaksi semacam ini mengandung unsur riba dengan kedua jenisnya, yaitu riba fadhel (tambahan) dan riba nasi’ah (penundaan). Seorang anggota akan membayarkan sedikit uang guna mendapatkan bonus uang yang lebih besar. Dengan demikian hakikat dari transaksi ini ialah uang ditukar dengan uang dengan disertai penambahan dan penundaan. Dan ini adalah hakikat riba yang diharamkan dalam dalil dan konsensus (ijma’) para ulama’. Sedangkan produk yang dijual oleh perusahaan kepada anggotanya, tidak lain hanya sebagai kedok untuk menutupi proses tukar menukar uang ini. Karena sebenarnya produk itu bukanlah tujuan utama bagi anggota, sehingga tidak memiliki pengaruh dalam penentuan hukum.

Kedua: Transaksi ini mengandung gharar (unsur ketidakpastian) yang nyata-nyata diharamkan dalam syari’ah. Karena setiap anggota tidak dapat mengetahui apakah dirinya mampu merekrut sejumlah anggota yang diinginkan atau tidak? Dan pemasaran yang menganut sistem piramida atau jaringan semacam ini, walaupun pada awalnya berjalan lancar, pada suatu saat pasti mencampai titik klimaknya. Padahal ketika bergabung, setiap anggota tidak dapat mengetahui apakah ia berada pada level atas sehingga beruntung atau pada level bawah sehingga buntung? Dan pada kenyataannya kebanyakan anggota piramida ini merugi kecuali beberapa gelintir orang saja yang berada pada level atas. Dengan demikian kemungkinan besar  anggotanya merugi, dan ini adalah nyata-nyata unsur gharar. Gharar yaitu anda berada dalam dua kemungkinan, sedangkan kemungkinan yang  paling berpelung untuk terjadi ialah yang paling buruk. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kita dari transasksi yang mengandung unsur gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Ketiga: Perusahaan yang menganut sistem pemasaran semacam ini biasanya mengeruk harta masyarakat dengan cara-cara yang tidak benar, dimana tidak ada yang diuntungkan dari transaksi ini kecuali perusahaan itu sendiri dan beberapa gelintir orang yang mereka kehendaki guna mengelabuhi masyarakat luas. Sikap semacam ini diharamkan dalam firman Allah Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (Qs. An Nisa’: 29)

Keempat: Pada transaksi ini terdapat unsur kecurangan, manipulasi dan penipuan terhadap masyarakat, yaitu dengan cara memancing mereka dengan bonus besar yang biasanya sulit untuk didapat. Tentu ini adalah kecurangan yang nyata-nyata diharamkan dalam syari’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

“Barang siapa yang berbuat curang, maka ia tidak termasuk dari golonganku.” (Riwayat Imam Muslim)

Beliau juga bersabda:

البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما. متفق عليه

“Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dihapuskan keberkahan penjualannya.”
(Muttafaqun ‘alaih)

Adapun anggapan bahwa transaksi ini adalah salah satu bentuk percaloan. Maka itu anggapan yang tidak benar. Karena calo atau mediator mendapatkan upah atas jasanya menjualkan barang. Adapun pemasaran dengan metode jaringan, maka seorang anggota membayarkan sejumlah uang agar barang yang dimaksud dapat dipasarkan. Sebagaimana tujuan utama dalam percaloan ialah memperoleh barang, sedangkan pada pemasaran dengan metode jaringan, maka tujuan utamanya ialah mendapatkan bonus, bukan barang, karena anggota ini memasarkan barang kepada orang yang bertujuan memasarkannya kembali, dan demikian seterusnya. Sedangkan pada percaloan, seorang calo atau mediator memasarkan barang kepada konsumen yang sesungguhnya, dengan demikian perbedaan antara keduanya nampak dengan jelas.

Adapun anggapan bahwa bonus dikatagorikan sebagai hibah, maka itu anggapan yang tidak benar. Dan andaipun kita menerima anggapan ini, akan tetapi  tidak semua hibah dibenarkan dalam syari’at. Buktinya hibah yang dikarenakan piutang adalah hibah terlarang, oleh karena itu sahabat Abdullah bin Sallam berpesan kepada Abu Burdah radhiallahu ‘anhu:

إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ ، إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ ، أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ ، فَلاَ تَأْخُذْهُ ، فَإِنَّهُ رِبًا. رواه البخاري

“Sesungguhnya engkau tinggal di suatu negeri yang padanya praktek riba merajalela, karenanya bila engkau memiliki piutang atas seseorang, lalu ia memberimu hadiah berupa seikat jerami, atau sepikul gandum atau sepikul rumput, jangalah engkau ambil, karena hadiah itu adalah riba.”
(Riwayat Bukhari dalam kitabnya)

Hukum Hibah senantiasa selaras dengan alasan pemberiannya. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفَلاَ جَلَسْتَ فِى بَيْتِ أَبِيكَ و أُمِّك، فتنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْكَ أَمْ لاَ؟

“Tidakkah engkau berdiam diri di rumah ibu atau ayahmu, agar engkau tahu apakah  ada orang yang memberimu hadiah atau tidak?”
(Muttafaqun ‘alaih)

Dan bonus pada transaksi ini, diberikan karena engkau menjadi anggota dalam pemasaran jaringan, dengan demikian, hadiah ini dinamakan apa saja, baik hadiah atau hibah atau lainnya, maka itu sedikitpun tidak dapat merubah hakikat dan hukumnya.

Dan perlu diingat, bahwa di masyarakat telah ditemukan berbagai perusahaan yang menggunakan metode pemasaran jaringan atau piramida semacam ini. Dengan demikian hukumnya tidak berbeda dari hukum perusahaan-perusahaan yang telah disebutkan di atas, walaupun produk yang mereka tawarkan berbeda-beda. Wabillahit Taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

***

Punya pertanyaan masalah Hukum Perdagangan?

Bergabunglah di Milis Fatwa Perdagangan [email protected], milis ini disediakan bagi anggota milis pengusahamuslim.com yang ingin bertanya tentang berbagai masalah hukum perdagangan dengan Ustadz Pembina milis pengusahamuslim.com.

Untuk Bergabung, kirim email kosong ke: [email protected]
Untuk bertanya, kirim pertanyaan ke: [email protected]

Mohon bersabar jika pertanyaan tidak langsung dijawab, karena kesibukan Ustadz Pembina dan karena diperlukannya waktu untuk menyusun jawaban dan pencarian dalil-dalil yang mendukung jawaban.

Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28