Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia

Artikel, Tanya Jawab Syariah

Tanya Jawab: Hukum Zakat Undian

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum
Menarik sekali jawaban ustadz Badri mengenai zakat profesi, bernas dan lugas. Saat ini ternyata tidak hanya zakat profesi yang baru tapi ada juga zakat undian besarannya adalah 20% dengan nishab 85 gram emas. Mungkin ini di qiyaskan dengan zakat Rikaz (harta karun/barang temuan).

Apakah penjelasan ustadz mengenai zakat undian tersebut.

Terima kasih atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum

Agus Wahyudi

Jawaban:

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.

Saudara Agus Wahyudi, sebelum saya menjawab pertanyaan saudara tentang zakat undian, maka ada baiknya bila saudara mengetahui bahwa undian yang biasanya ada di masyarakat secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar:

Undian pertama: Undian yang pesertanya disyaratkan untuk telebih dahulu membeli produk perusahaan pengundi atau mengirimkan SMS dengan tarif yang lebih mahal dibanding tarif biasa, atau persyaratan serupa. Undian semacam ini adalah terlarang, karena ini salah satu bentuk dari perjudian. Dan perjudian nyata-nyata diharamkan dalam syari’ah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs. Al Maidah: 90)

Saya yakin saudara Agus telah memahami bahwa undian semacam ini bertujuan untuk mendongkrak penjualan perusahaan terkait. Sehingga sudah dapat dibayangkan perusahaan terkait mendapatkan keuntungan besar dari praktek undian semacam ini. Dan sudah barang tentu, dari keuntungan yang melonjak berlipat ganda itu perusahaan menyisihkan sebagiannya untuk membiayai undian tersebut.

Sedangkan peserta undian, kebanyakan dari mereka memilih produk perusahaan terkait karena niatan ingin memenangkan undian, walaupun sering kali ia kurang membutuhkan terhadap produk itu atau ada produk alternatif yang lebih murah, dan lebih sesuai dengan keuangannya. Betapa banyak dari peserta undian yang memaksakan diri membeli produk perusahaan itu semata untuk mendapatkan kupon undian. Konsumen atau peserta undian dari golongan ini tidak dapat terhitung jumlahnya. Dengan demikian, konsumen atau peserta undian dihadapkan pada kaedah perjudian: untung dan buntung tanpa ada imbal baliknya.

Sebagaimana ia juga terjerumus ke dalam praktek menyia-nyiakan atau memubazirkan harta kekayaannya, dimana ia membeli produk yang mungkin tidak ia butuhkan atau kurang ia butuhkan. Tentu praktek ini terlarang:

كُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِى غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلاَ مَخِيلَةٍ

“Makan, bersedekah dan berpakaianlah tanpa ada unsur berlebih-lebihan atau kesombongan.” (Riwayat Ahmad, At Tirmizy dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)

Hukum haram bagi undian jenis pertama ini selaras dengan fatwa Anggota Tetap Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia No: 19453.

Undian kedua: Undian yang tidak disyaratkan atas pesertanya untuk terlebih dahulu membeli produk atau membayar biaya apapun. Undian semacam ini tidak mengapa untuk anda ikuti, karena pada undian jenis ini, tidak ada peluang untuk buntung atau merugi, yang terjadi hanya untung atau selamat. Dengan demikian tidak ada alasan untuk mengharamkan undian jenis ini.

Bila hukum undian ini telah dipahami, maka apa yang saudara pertanyakan tentang zakat undian, maka tidak ada bedanya dengan zakat profesi. Keduanya sama-sama tidak memiliki dasar hukumnya.

Dan apa yang saudara sebutkan bahwa zakat undian diqiyaskan/dianalogikan dengan zakat rikaz (harta karun) tidak dapat dibenarkan. Yang demikian itu karena rikaz (harta karun) yang wajib dizakati/dipungut 1/5 nya ialah harta karun yang sejarahnya kembali kepada zaman jahiliyyah atau kepada orang-orang non muslim. Misalnya diketahui ada tanda yang menunjukkan bahwa barang tersebut dibuat pada zaman kerajaan-kerajaan hindu atau budha atau lainnya. Adapun harta temuan yang diketahui milik masyarakat muslim atau sejarahnya kembali ke zaman negeri-negeri Islam, maka tidak disebut rikaz, akan tetapi disebut dengan luqathah (barang temuan). Dan dalam kitab-kitab fiqih di setiap mazhab telah dibedakan antara rikaz dari luqathah. Tidak ada seorang ulama’pun -sebatas yang saya ketahui- yang memfatwakan wajibnya menzakati luqathah/harta temuan. Bahkan banyak dari ulama’ yang menyatakan bahwa status luqathah adalah tetap milik pemilik yang sebenarnya dan bukan milik penemunya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, menanggapai pertanyaan saudara, semoga bermanfaat, dan mohon maaf bila terdapat kesalahan. Wallahu a’alam bisshawab.

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

***

Punya pertanyaan masalah Hukum Perdagangan?

Bergabunglah di Milis Fatwa Perdagangan [email protected], milis ini disediakan bagi anggota milis pengusahamuslim.com yang ingin bertanya tentang berbagai masalah hukum perdagangan dengan Ustadz Pembina milis pengusahamuslim.com.

Untuk Bergabung, kirim email kosong ke: [email protected]
Untuk bertanya, kirim pertanyaan ke: [email protected]

Mohon bersabar jika pertanyaan tidak langsung dijawab, karena kesibukan Ustadz Pembina dan karena diperlukannya waktu untuk menyusun jawaban dan pencarian dalil-dalil yang mendukung jawaban.

Video Belajar Iqro Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28